all this is the result of my writing. result of inspiration, as stipulated in the paper

Slamet dan kawannya Part 2

Untuk pertama kalinya Slamet dan ke-empat kawannya tiba di sebuah kota Megapolitan (Jakarta). Mereka tiba dengan menggunakan kereta api, sebuah model transportasi massal yang banyak dipilih masyarakat khususnya di Indonesia sebagai kendaraan umum yang digunakan untuk berpergian. setelah tiba di stasiun Kota Jakarta, timbul sebuah perasaan panik yang menghinggapi benak mereka.

"ris, kita keluar stasiun lewat mana nih?" ucap Slamet panik.

"pake tanya, yah lewat pintu lah, masa lewat kantung doraemon. hahahaaa" sambung Budi

"udah lo diem aja, ini gue lg mikir" jawab Haris kesal.

"kaya jawab soal ujian aja lo ris pake mikir, ujian aja nyontek masa mau keluar stasiun aja pake mikir, udah ikutin orang lain aja toh mereka juga mau pada keluar kan? bukan mau gelar koran di sini?" sambung Sopyan sambil berjalan cepat mendahului yang lainnya.

Akhirnya mereka berlima pun berjalan mengikuti orang-orang (baca, Penumpang) yang turun dari gerbong kereta bersama mereka berlima.

Tidak lama kemudian langkah Sopyan terhenti. “tunggu-tunggu bentar sob...” serentak membuat langkah kaki teman-teman yang lainnya pun ikut terhenti, seperti segerombolan pasukan paskibrata.

" ini rombongan orang-orang kok jadi kebagi dua gini, gue jadi bingung" sambung Sopyan.

"nah lo tanya ke kita, kan tadi lo yang bilang ikuti aja penumpang lain, lah sekarang lo bingung, lantas gue mesti apa? Kayang?" ujar Slamet kepada Haris.

"kita liat aja papan petunjuk, ga usah pasang tampang kebingungan gtu, di Jakarta bisa jadi inceran orang yang ga bener" ujar Dadang.

"lah kalo tampang si Slamet sih tampang melas, mana ada yang mau jailin dia, yang ada pada ngasih receh ke dia, di kira pengemis" sambung budi.

sambil menjendulkan kepala budi, Slamet pun menjawab.

"sial lo ris, gue udah diem nih, masih aja di bully"

toilet, tiket, keluar (exit) dalam hati Dadang membaca papan tulisan yang ada disekelilingnya.

"itu woy, itu sebelah kiri ada tulisan keluar" teriak Dadang.

"ah sugesti lo aja kali dang" sambung Sopyan.

"bentar-bentar, sebelah kanan juga ada tulisan keluar dang" celetuk Haris.

"lo jangan bikin galau gue dong ris, linggis mana linggis" seru Dadang.

"udah ah, lewat mana aja, yang penting keluar stasiun aja dulu" ucap Sopyan.

"yakin nih kita pilih yang mana aja? gue ga mau coba nentuin pilihan dengan asal, buat anak kok coba-coba" sambar Budi.

"lah org kaya lo masih mau di bilang anak-anak? malu sama jenggot embe noh" celetuk Sopyan.

"itu sih bukan jenggot embe, tapi akar beringin. hahahaaa" ujar Slamet sambil memegangi perutnya untuk menahan tawa.

Akhirnya mereka pun memilih jalan sebelah kiri pintu keluar dari stasiun kota (Stasiun Beos).

                                        * * *

Plaaaaakkkkkkkkk..... suara tamparan tangan Slamet pada kepala bagian belakang Dadang yang terdengar riuh.

"aaahhhh, knp lo met?" teriak Dadang.

"lo ga usah planga-plongo kaya anak ayam yg kehilangan emak nya" bisik Slamet.

"hahahahahahahaaaaa" terdengar suara tawa dari yang lain.

"kenapa lo pada ketawa?" lanjut Slamet.

"yah gimana mau ga ketawa, lo mau penggal kepala si Dadang juga ga ngefek, tampang dia emang gitu" sahut Haris.

"lagian kalo emang dia di jailin preman disini, tinggal bilang, dia bukan temen kita bang, beres kan?" lanjut Budi.

"hahahahahaaaaahaaa" mereka pun tertawa terbahak-bahak kecuali Dadang yang hanya meratapi nasibnya menjadi bahan bercandaan teman-temannya.

"sssssssssstttttttt......." suara dari Slamet yang langsung mengheningkan tawa mereka.

"kenapa met?" tanya Budi sambil celingak-celingukan kepalanya

“lo ngomong sama siapa bud? Kepala lo udah kaya boneka yang di dasbor mobil” tanya Haris

“sial lo, boneka yang di dasbor mobil kan ngangguk, lah gue kan celingak-celinguk”

“hahahaaa.... apa bedanya Budi?”

" udah-udah jangan ribut aja lo pada, noh liat di pintu keluar ada banyak orang tampang preman" sambung Slamet.

"udah bersikap kalem aja, anggap patung pancoran" ucap Sopyan dalam rasa panik.

“itu sih gantengan tampang patung pancoran dari pada tampang orang yang di pintu”

“hahahaa...” tawa Budi terhempas begitu mendengar kata-kata Slamet.

Ketika mereka sedang berjalan untuk keluar stasiun, tiba-tiba salah seorang dari lelaki yang bertampang preman itu berjalan dan menahan bahu Slamet.

"ssstttoooooooppppp" ujar lelaki bertampang preman itu sedikit berteriak.

Sementara yang lain tetep berjalan keluar stasiun, Slamet yang dengan hati bergetar pun menghentikan langkah kakinya mengikuti perintah lelaki bertampang preman tersebut.
Slamet  pun yang kaget langsung merasa panik dan bergumam pelan 'ada apa ini? kenapa mesti gue? apa salah gue? Apa Syahrini udah ga pake jambul lagi? Yaaa, tuhan tolong baim'.

Lalu dia pun mencoba beranikan diri berbicara pada lelaki bertampang preman itu.

"i....iiyaaa bangg, ada apa??" ucap Slamet dengan gagap.

"iihhh situ cucok deh" jawab preman bertampang preman itu sambil memegang dagu Slamet.

"astaghfirullah, amit-amit" gerutu Slamet merasa geli.

"eh ganteng, tuh gantungan kunci kamu jatuh" sambil menunjukan tangannya ke arah gantungan kunci Slamet yang terjatuh.

"oh yah, terimakasih bang, eh ses, eh bang" ucap Slamet sambil memungut gantungan kuncinya yang terjatuh dan langsung berlari mengejar teman-temannya yang telah keluar stasiun terlebih dahulu.

                                        * * *


Tag : Cerpen
0 Komentar untuk "Slamet dan kawannya Part 2"

Back To Top