Oleh: Deny
Fadjar Suryaman
Pagi ini datang dengan cuaca yang cukup cerah, dengan pancaran sinar
matahari yang menghangatkan tubuh dikala udara dingin menaungi. Terlihat kaki
kecilnya melangkah di tepi jalan, menyusurinya dengan langkah yang anggun. Pagi
itu Aini melakukan aktivitas seperti biasanya, pergi ke kampus. Sudah beberapa
tahun yang dilalui Aini atas kenangannya bersama Rian. Dan sampai saat ini Aini
masih di hantui akan bayang – bayang sosok Rian dihatinya. Entah sampai kapan Aini
mampu melepas semua kenangan tentang Rian dihatinya, mungkin hanya waktu yang
dapat menjawab itu semua. Sudah berbagai cara Aini lakukan untuk lepas dari
kenangan itu, kenangan yang kadang hadir disaat yang tak diharapkan untuk hadir
dalam hatinya.
Hari ini Aini pergi ke kampus bukan untuk belajar seperti biasanya,
melainkan untuk menghadiri seminar jurnalistik yang diadakan oleh salah satu
stasiun televisi swasta di Indonesia, yang akan memberikan pengalaman dan tata
cara dalam peliputan berita kepada mahasiswa dikampus tempatnya kuliah. Yah,
semenjak Aini mencoba untuk lepas dari kenangan itu, Aini selalu menyibukkan
dirinya dengan kegiatan – kegiatan yang diadakan kampus. Salah satunya adalah
seminar jurnalistik yang hari ini akan berlangsung tepat pada pukul 09.00 WIB.
Kehadirannya tak lepas dari dirinya yang merupakan salah satu tim kreatif di
majalah kampus tempatnya berkuliah. Meskipun Aini adalah seorang mahasiswa jurusan
psikologi, namun Aini tak canggung ketika menjadi salah satu anggota tim
kreatif di majalah kampus, itu karena kebiasaannya menulis berbagai macam
tulisan, dari mulai cerpen hingga puisi, atau artikel tentang psikologi yang
telah dia pelajarinya semenjak Aini kenal dan dekat dengan Rian.
Di tim majalah
kampus, Aini memang merupakan kreatif spesialis penulis artikel tentang
psikologi dan karya fiksi. Di seminar jurnalistik ini Aini ingin menambah
ilmunya tentang penulisan berita atau artikel yang di muat dalam majalah
kampus, agar tampilan dalam majalah kampus yang dia tulis menjadi menarik untuk
di baca oleh setiap pembaca. Bukan hanya Aini yang mengikuti acara seminar itu,
namun salah satu teman dekatnya Dhila Safitri juga akan ikut dalam acara
seminar itu. Dhila juga merupakan tim kreatif di majalah kampus, hanya saja
Dhila tergabung dalam tim kreatif majalah kampus karena dia merupakan mahasiswa
jurusan jurnalistik yang juga sebagai ketua tim kreatif majalah kampus. Dhila
memang lebih aktif di organisasi kampus dibandingkan dengan Aini yang mengikuti
kegiatan di kampus hanya untuk menyibukkan diri agar dapat lepas dari
kenangannya. Dhila, selain menjabat sebagai ketua di tim kreatif majalah
kampus, dia juga menjadi salah satu anggota di organisasi kampus sebagai
sekretaris.
Pagi itu Aini sudah janjian dengan Dhila untuk berangkat ke kampus
bersama. Mereka bersepakat bertemu dihalte tempat biasa mereka menunggu
angkutan umum yang menuju kampus. Dan pagi itu Aini datang lebih dulu ke halte
tersebut. Setelah menunggu sekita lima menit, akhirnya Dhila pun datang
menyusul Aini di halte.
“pagi Aini, maaf menunggu lama”. Sapa Dhila dengan nada bersalah.
“iya gak apa apa kok, aku juga baru sampai di sini”. Balas Aini pada
Dhila.
“oh yaudah, hayu kita berangkat, itu bus yang ke arah kampus sudah
datang”. Ajak Dhila pada Aini agar dia bangun dari duduknya.
Pagi itu kendaraan umum terlihat ramai, dan jalanan pun terlihat sedikit
padat. Mereka berdua sengaja berangkat lebih pagi, karena Dhila merupakan salah
satu panitia di acara seminar itu. Meskipun Aini bukan salah satu panitia, tapi
Aini sengaja berangkat bareng bersama Dhila agar ada teman ketika di perjalanan
ke kampusnya.
***
Akhirnya acara seminar pun selesai
tepat pada pukul 11.30 WIB, dan Aini pun keluar ruangan tempat acara berlagsung
dan menuju taman kampus untuk duduk santai sambil mencari inspirasi untuk
tulisan di majalah kampus edisi minggu ini. Aini biasa duduk di taman kampus
untuk mencari inspirasi tulisannya, karena menurutnya tempat ini cukup tenang
dan nyaman sehingga cukup untuk mendatangkan khayalan atau menjernihkan pikiran
agar ide muncul di pikirannya. Namun, bukan hanya Aini yang selalu menjadikan
tempat ini sebagai tempat untuk bersantai, banyak mahasiswa lain pun melakukan
hal yang sama dengan Aini. Mereka menjadi kan tempat ini sebagai tempat
berdiskusi dengan teman, bersantai, membaca buku, atau hanya sekear duduk untuk
menengkan hati dan pikiran mereka setelah berkonsentrasi untuk belajar.
Ketika Aini sedang asyik menulis di laptop
yang selalu dia bawa ke kampus, datang menghampirinya seorang yang tidak di
kenalinya dan duduk dengan tenang di sampingnya.
“hey, tadi kamu ikut seminar
jurnalistik juga yah? Tadi aku lihat kamu serius duduk di acara seminar itu”.
Lelaki itu mencoba mengawali perbincangan.
“maaf kamu ngomong sama aku?”. Tanya
Aini samar.
“yah, siapa lagi, sekarang kan aku
duduk di sebelah kamu, gak mungkin juga kan aku ngomong sama orang yang di
sana”. Jelas lelaki itu.
“emang kamu kenal dengan aku?”.
Tanya Aini kembali.
“upstt, iya maaf, aku belum
memperkenalkan diri aku. Mungkin kamu gak kenal dengan aku, tapi aku cukup
mengenal kamu, karena aku sering membaca tulisan kamu di majalah kampus. Nama
aku Deny Fadjar, cukup panggil aku Deny saja. Aku mahasiswa jurusan jurnalistik
semester empat”. Terang lelaki itu dengan nada yang tegas dan jelas.
“oh yah, aku Aini. Terima kasih kamu
sudah baca tulisan yang aku buat”. Jawab Aini.
“Berarti kamu satu angkatan dengan Dhila Safitri, anak jurnalistik juga,
dia ketua tim kreatif majalah kampus?”. Aini bertanya karena teringat dengan
teman dekatnya itu.
“ iya, aku satu angkatan dengan dia, Cuma aku berbeda kelas dengan dia,
dan aku tak cukup kenal dengan dia, hanya tau dia saja”. Deny mencoba
menjelaskan.
Mereka pun berjabat tangan, yang menandakan mereka sudah saling kenal.
“oiya, tulisan – tulisan kamu yang di muat di majalah kampus sangat
menarik dan bermanfaat. Aku selalu cepat dapat inspirasi setelah membaca
tulisan kamu. Boleh kapan – kapan kita berdiskusi tentang karya sastra dan
penulisan artikel fiksi maupun non fiksi?”. Ajak Deny pada Aini dengan
menatapnya.
“yah, kita lihat saja. Sekarang aku harus segera pulang karena hari
sudah sore”. Jawab Aini singkat.
Aini pun beranjak dari bangku taman, dan segera melangkahkan kakinya
pergi meninggalkan Deny yang masih duduk di bangku itu.
***
Keesokkan harinya Aini mengajak dhila untuk minum kopi di café langganan
mereka untuk sekedar berbincang dan menulis artikel atau tulisan untuk di muat
di majalah. Aini mengajak Dhila untuk pergi di sore hari, karena menurutnya
suasana di sore hari sangat enak untuk bersantai di café. Kebetulan hari itu
mereka tidak ada jadwal kuliah.
Sore hari yang dihiasi mentari yang bersiap untuk tenggelam di barat
langit. Warna biru langit yang sudah bercampur dengan jingga, yang jadikan
langit sebagai lukisan alam yang mempesona. Seperti biasa Aini selalu datang
lebih dahulu dibandingkan dengan Dhila. Aini sudah duduk sekitar lima belas
menit, dan sudah mampu menulis satu puisi yang menggambarkan suasana di sore
itu.
‘ketika angin
menyentuh senja’
Senja
Lukisan jinggamu
terlihat ketika mentari terbenam
Di sudut langit yang
terbentang di angkasa
Yang warnai hari
ketika sore datang
Sore ini angin berhembus ringan
Menyentuh pipiku yang diam
membatu
Tak di dekati, namun menghampiri
Ramaikan suasana dengan
goyangkan dedaunan
Diiringi kicau sang
gereja kecil
Hembusannya lenyap
bersama senja
Dalam rona jingganya
yang terlukis
Yang teraut dalam
wajah langit sore ini
“hay Aini, serius banget sih kamu nulisnya, maaf yah,
lagi – lagi aku telat datang”. Tegur Dhila sambil melontarkan senyum pada aini
sebagai tanda permintaan maafnya.
“yah, sudah biasa kamu datang telat kok, jadi gak usah
minta maaf”. Aini menjawab.
“kamu sudah dari tadi?”
“belum juga, yah kira – kira lima belas menit lebih”.
“oiya, aku bawa tulisan artikel yang akan di muat di majalah
kampus kita nanti. Dan aku fikir tulisan ini sngat menarik untuk di baca oleh
pembaca setia majalah kampus kita”. Dhila berbicara dengan lugas.
“tulisan kamu?
“bukan, ini tulisan dari orang lain yang mengirim tulisan
ini di kotak suara majalah kampus kita. Kalau dari kertas ini sih nama
penulisnya adalah Deny Fadjar”. Jelas Dhila.
Tersontak, Aini yang sedang meminum kopinya pun merasa
kaget mendengar nama penulis yang menulis artikel yang di bawa Dhila.
“siapa yang menulis artikel itu?”. Tanya Aini dengan nada
serius.
“Deny Fadjar, disini ditulis kalau yang ngirim tulisan
ini namanya Deny fadjar”. Dhila menjelaskan kembali.
Aini pun terdiam, dan melanjutkan tulisannya sambil
berfikir apakah nama Deny yang ada di artikel itu adalah nema yang sama dengan
seseorang yang kemarin berkenalan dengannya di taman kampus.
***
Sang fajar telah berlalu meninggalkan embun yang membias
dedaunan di sekitar rumah Aini yang penuh dengan dedaunan. Aini memang senang
dengan kesejukkan, sehingga Aini penuhi halaman rumahnya dengan menanam
berbagai macam tanaman.
Sudah tepat pukul 08.00 WIB, sudah waktunya Aini beragkat
ke kampus, apalagi dia tau jika hari ini ada deadline penyerahan artikel yang
akan di muat dalam majalah kampus edisi minggu ini.
***
‘ffuiihhh,
hampir saja telat menyerahkan artikel untuk edisi hari ini’. Desah Aini dalam hati.
Seperti biasanya dengan hari – hari kemarin, Aini selalu
duduk di bangku taman favoritnya. Kali ini dia duduk sambil mendengarkan musik
di computer genggem yang selalu dia bawa, dan pastinya sambil memainkan
jemarinya untuk merangkai kata.
“lagi duduk sendiri aja nih? Boleh aku temani?”. Deny
seketika duduk disamping Aini.
“huuh, kamu tuh mengegetkan aku aja”. Jawab Aini dengan
nada kaget.
“lagi ngapain sih, serius banget kayanya? Gak ganggu kan
kalau aku duduk si sini?”.
“bukannya kamu kemarin juga kaya gini yah? Sembarangan
duduk disamping orang dan langsung Tanya kaya orang yang kenal. Hehehee. Oiya, aku mau tanya. Apa kamu
yang ngirim artikel ke kotak suara majalah kampus? Tadi Dhila nunjukin artikel
yang nama penulisnya sama kaya kamu”.
“yah, kenapa?”. Jawab Deny singkat.
“gak kenapa – kenapa sih, aku Cuma tanya aja. Artikel
kamu yang kasih layak untuk di muat katanya, dan akhirnya di muat dalam majalah
kampus edisi minggu ini”. Jelas Aini.
“oh ya? Padahal aku cuma iseng aja loh ngirim tulisan
itu. Yah maksudnya sih ke situ juga, tapi gak terlalu berharap untuk bisa di
muat di majalah kampus juga. Hehehee”.
***
Semenjak perbincangan Aini dan Deny yang kedua kalinya
itu, mereka pun jadi sering jalan, pergi, duduk di taman, atau hanya sekedar
nongkrong di café tempat Aini biasa nongkrong bersama Dhila. Kedekatan itu pun
mulai menumbuhkan sesuatu dalam hati Aini yang sejak dulu hilang. Dan Dhila
yang selalu bersamanya setiap hari pun mulai merasa di duakan, karena Aini
sudah jarang bersamanya.
“hey Aini”. Teriak Dhila pada Aini yang sedang berjalan
keluar kelasnya.
Aini pun langsung menengok dan memberhentikan langkahnya
karena merasa kenal dengan suara yang terdengar di telinganya.
“kemana aja kamu, sudah jarang pergi sama aku lagi nih.
Denger – denger kamu lagi deket sama cowok yah? Siapa – siapa? Masa kamu gak
mau kasih tau ke temen deket kamu yang satu ini sih”. Celetuk Dhila dengan
penasaran.
“deket dengan siapa?”.
“kalau aku gak salah info sih, namanya Deny yah?”,
“oh itu, dia anak jurnalistik sama kaya kamu, masa kamu
gak kenal? Oiya, dia juga yang kirim artikel yang menurut kamu itu bagus, dan
akhirnya kamu merekomendasikan untuk di muat di majalah kampus itu”. Jelas
Aini.
“oh yah? Yang bener?”.
“ya”. Jawab Aini dengan singkat dan langsung berjalan
keluar kampus untuk pulang ke rumah.
***
Malam ini Aini dan Deny janjian untuk dinner di café
langganan Aini. Ada yang ingin Deny bicarakan dengan Aini ketika mereka
berbicara ditelpon tadi.
“maaf aku telat datang yah? Kamu sudah lama”. Deny
memulai pembicaraan malam itu, setelah mereka berdua memesan makanan untuk
masing – masing.
“gak kok, kebetulan aku yang datang duluan. Aku juga baru
sampai. Oiya, katanya ada yang mau kamu bicarakan tadi ketika di telpon, ada
apa? Penting?”. Aini membalas.
“yah, penting menurut aku. Tapi aku gak tau harus
memulainya dari mana”. Deny coba untuk dapat menjelaskan apa yang ada di
hatinya.
“yah bilang aja dulu apa yang mau kamu bicarakan”. Aini coba
menenangkan suasana.
“aku suka sama kamu Aini”. Jawabnya dengan pelan.
“apa? Aku gak jelas dengernya, kamu bicaranya agak keras
dikit kenapa”
“aku suka sama kamu Aini”. Dengan nada yang seikit Deny
keraskan.
“yah, aku suka sama kamu semenjak lihat kamu pertama kali
di seminar waktu itu. Gak tau pembicaraan ini penting atau gak buat kamu, atau
cuma buang waktu kamu aja. Tapi aku harus bilang ini karena ini yang ada di
hati aku dari waktu itu”. Jelas Deny.
***
Malam pun sudah semakin larut menyapa ketika mereka
berdua telah menyelesaikan dinnernya di café, dari pembicaraan itu, dan dari
ungkapan hati dari Deny yang berharap sesuatu dari Aini. Tak ada jawaban yang
pasti yang terlontar dari pernyataan yang di berikan Aini pada Deny dalam
perbincangan itu. Aini hanya menjawab “mungkin
kita berteman saja untuk saat ini, tapi gak kemungkinan untuk nanti aku bisa
lebih terbuka hati ini untuk orang lain”.
The End
Twitter :
@denyfadjar
Denyfadjarsuryaman.blogspot.com
Tag :
Cerpen
0 Komentar untuk "Cerita Hati ( ketika cinta coba menyentuh hati )"